Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan keempat di pekan ini, Kamis (19/12/2019), di zona merah.
Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,2% ke level 6.274,39. Per akhir sesi satu, koreksi indeks saham acuan di Indonesia tersebut telah bertambah dalam menjadi 0,43% ke level 6.260,44. Kini, koreksi IHSG telah kembali bertambah dalam yakni menjadi 0,52% ke level 6.254,67.
Koreksi IHSG menjadi kian dalam pasca Bank Indonesia (BI) mengumumkan hasil dari gelaran Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dimulai sejak kemarin (18/12/2019). Pasca menggelar RDG selama dua hari, BI memutuskan untuk mempertahankan 7-Day Reverse Repo Rate di level 5%.
Keputusan ini sesuai dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan 7-Day Reverse Repo Rate akan ditahan di level 5% oleh bank sentral. Dari sebanyak 11 ekonom yang berpartisipasi dalam pembentukan konsensus, seluruhnya memperkirakan BI akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan.
Selain mempertahankan tingkat suku bunga acuan, rasio Giro Wajib Minimum (GWM) juga tak diutak-atik oleh bank sentral. Alhasil, tak ada suntikan kebijakan moneter yang diberikan oleh BI menjelang akhir tahun.
Keputusan BI untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan dan rasio GWM sesuai dengan analisis dari kami yang menunjukkan bahwa tak akan ada pelonggaran kebijakan moneter yang diumumkan oleh BI.
Untuk diketahui, di sepanjang tahun ini BI telah memangkas 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps sebanyak empat kali. Jika ditotal, tingkat suku bunga acuan sudah dipangkas sebesar 100 bps pada tahun ini oleh BI.
Ekspektasi bahwa BI akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan dan bukan kembali memangkasnya datang pasca The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan pada pekan lalu. Keputusan ini sesuai dengan estimasi dari para ekonom bahwa federal funds rate akan dipertahankan di rentang 1,5%-1,75%.
Di sepanjang tahun 2019, The Fed telah memangkas tingkat suku bunga acuan sebanyak tiga kali, masing-masing sebesar 25 bps, yakni pada bulan Juli, September, dan Oktober. Jika ditotal, federal funds rate sudah dipangkas sebesar 75 bps oleh Jerome Powell (Gubernur The Fed) dan koleganya di bank sentral.
Perang dagang AS-China, perlambatan ekonomi global, dan inflasi yang rendah menjadi faktor yang membuat The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 75 bps tersebut.
Dalam konferensi persnya pada pekan lalu, Gubernur The Fed Jerome Powell kembali mengindikasikan bahwa era pelonggaran tingkat suku bunga acuan sudah usai. Sikap dari Powell tersebut lantas mengonfirmasi stance dari bank sentral AS yang sudah tak lagi dovish.
Kalau melihat laju perekonomian, jelas terlihat bahwa saat ini Indonesia sedang membutuhkan stimulus yang bisa datang dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan atau rasio GWM. Sepanjang kuartal III-2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,02% secara tahunan.
Angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.
Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, sementara pada kuartal II-2019 perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan.
Sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2019, perekonomian Indonesia hanya mampu tumbuh sebesar 5,04% secara tahunan.
Lantas, laju perekonomian untuk keseluruhan tahun 2019 hampir mustahil untuk tumbuh sesuai dengan outlook yang dipatok pemerintah di level 5,2%. Bahkan, tampaknya pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan tahun 2019 akan lebih rendah dari capaian tahun 2018 yang mencapai 5,17%.
Kala tingkat suku bunga acuan kembali dipangkas, bank akan terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Absennya suntikan stimulus moneter dari BI membuat intensitas aksi jual di bursa saham tanah air semakin besar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps)"ada" - Google Berita
December 19, 2019 at 03:18PM
https://ift.tt/35DbwrO
Tak Ada Kado Akhir Tahun dari BI, Koreksi IHSG Semakin Dalam - CNBC Indonesia
"ada" - Google Berita
https://ift.tt/2LMx7oW
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Tak Ada Kado Akhir Tahun dari BI, Koreksi IHSG Semakin Dalam - CNBC Indonesia"
Post a Comment