Perppu tersebut yakni Perppu Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Perppu yang terdiri dari 29 pasal ini ditetapkan oleh Jokowi dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada 31 Maret 2020.
"Penyebaran COVID-19 yang dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai pandemi pada sebagian besar negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu dan telah menimbulkan korban jiwa, dan kerugian material yang semakin besar, sehingga berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat," tulis Perppu tersebut, dikutip CNBC Indonesia, Rabu (1/4/2020).
Implikasi pandemi COVID-19 disebut telah berdampak pula terhadap memburuknya sistem keuangan yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik.
Sebab itu, perlu ada langkah mitigasi bersama oleh Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk melakukan tindakan antisipasi (forward looking) dalam rangka menjaga stabilitas sektor keuangan.
Salah satu kebijakan yang dimaksud yakni pemerintah berwenang menerbitkan Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara dengan tujuan tertentu khususnya dalam rangka pandemi corona.
Ketentuan ini termaktub dalam Pasal 2 Ayat 1 huruf f yakni berbunyi:
"Dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4), Pemerintah berwenang untuk menerbitkan Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara dengan tujuan tertentu khususnya dalam rangka pandemi Corona Virus Disease 2Ol9 (COVID-l9) untuk dapat dibeli oleh Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), investor korporasi, dan atau investor ritel."
Terkait dengan ini, sebelumnya Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono sempat mengatakan pemerintah memang berencana menerbitkan surat utang 'Recovery Bond' guna mendukung dunia usaha dalam meningkatkan likuiditas keuangan yang lesu karena dampak corona.
Susi menjelaskan, Recovery Bond adalah surat utang pemerintah dalam bentuk rupiah yang bisa dibeli oleh Bank Indonesia (BI) dan pihak swasta lainnya, seperti importir, eksportir, dan sebagainya.
"Dana dari hasil penjualan surat utang ini, dipegang oleh pemerintah lalu disalurkan ke seluruh dunia usaha dalam bentuk kredit khusus, untuk bangkitkan dunia usaha," jelas Susiwijono dalam konferensi pers, Kamis (26/3/2020).
Bagi pengusaha yang ingin mendapatkan kredit khusus ini, kata Susiwijono, ada syarat yang harus dipenuhi.
"Syaratnya, tidak boleh ada PHK. Kalau pun ada karyawannya yang harus kena PHK, harus mempertahankan 90% karyawan dengan gaji tidak berkurang dari sebelumnya," tuturnya.
Kendati demikian, dalam menerbitkan Recovery Bond ini, pemerintah akan menyesuaikan terlebih dahulu payung hukumnya. Pasalnya, kata Susi, saat ini ada keterbatasan pembelian surat utang oleh BI. Otoritas moneter tersebut hanya bisa membeli surat utang dari pasar sekunder.
Untuk diketahui, berdasarkan UU Nomor 3 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Pasal 55 ayat (4) disebutkan bahwa BI dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara, kecuali di pasar sekunder.
"Recovery Bond ini akan ada perubahan peraturan, terutama di saat ini keterbatasan BI yang hanya beli surat utang dari secondary market. Makanya pemerintah butuhkan Perppu," jelas Susi.
(tas/hps)
"ada" - Google Berita
April 01, 2020 at 09:25AM
https://ift.tt/3bFtn3R
Ssst...Bakal Ada Surat Utang Khusus, BI & BUMN Bisa Beli - CNBC Indonesia
"ada" - Google Berita
https://ift.tt/2LMx7oW
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ssst...Bakal Ada Surat Utang Khusus, BI & BUMN Bisa Beli - CNBC Indonesia"
Post a Comment