”Mana-mana Jem (di mana-mana macet, Red).” Kalimat itu sering kali saya dengar saat naik taksi meter ataupun taksi online di Kuala Lumpur, Malaysia. Jem alias macet itulah yang menjadi salah satu alasan pemerintah Malaysia memindahkan pemerintahannya ke wilayah lain empat dekade lalu.
LAPORAN Siti Aisyah dari Putrajaya, Jawa Pos
IDE untuk memindahkan pusat pemerintah itu muncul dari Perdana Menteri (PM) Ke-4 Malaysia Mahathir Mohamad meski tak ada yang tahu pasti kapan kali pertama dilontarkan. Dalam berbagai literatur milik pemerintah Malaysia, hanya disebutkan 1980-an akhir.
Mahathir kala itu merasa Kuala Lumpur akan menjadi kota metropolitan yang padat. Selain itu, gedung-gedung pemerintahan yang terpencar-pencar membuat koordinasi menjadi sulit. Para pejabat harus menghabiskan banyak waktu di jalan untuk menghadiri sebuah rapat bersama misalnya. Demikian halnya dengan penduduk yang mengurus administrasi dari satu kementerian ke kementerian lainnya.
Jika saja pusat pemerintahan tersebut tak pindah, kemacetan pagi di Kuala Lumpur saat ini tentu jauh lebih parah. Pukul 07.00 (Malaysia satu jam lebih cepat daripada Indonesia/WIB) jalanan padat merayap. Di beberapa lokasi bahkan terasa tak bergerak, padahal matahari baru merangkak keluar.
Kondisi yang kontras ada di Putrajaya. Tak ada Jem. Penduduknya sedikit. Jalannya luas dan semuanya sudah terkonsep dengan rapi. Seluruh jajaran kementerian berderet di kanan kiri presint (semacam distrik) 2 hingga 4. Di presint 1 berdiri megah kantor PM.
Deretan gedung kementerian itu bisa dilihat dari Dataran Putra yang berada tepat di depan kantor PM. Macet tentu saja bukan alasan satu-satunya. Pemerintah kala itu juga ingin memastikan Kuala Lumpur terus berkembang menjadi pusat bisnis dan keuangan. Semua lahan difokuskan untuk itu.
Ide sudah ada, tapi pindah tidaklah mudah. Ketersediaan anggaran, keterlibatan unsur politik, masalah lahan, dan berbagai hal lainnya menjadi kendala. ’’Ada banyak faktor, jadi ide itu disimpan dulu, bangun negara dulu,’’ ujar Bagian Komunikasi Korporat Perbadanan Putrajaya Mohd. Fairus saat ditemui pada Senin (6/1). Perbadanan tersebut semacam pemerintah kota (pemkot) di Putrajaya.
Disimpan tidak berarti dilupakan. Dari akhir 1980-an sampai 1993 semua yang berkepentingan bergerak di belakang layar. Negosiasi dengan pihak-pihak terkait dijalankan. Di saat bersamaan, ada tim lain yang mencari lahan, merancang desain, dan berbagai hal lainnya. Mahathir yakin sekali mimpinya bakal jadi nyata. Keyakinan itulah yang membuatnya tak membiarkan ide pemindahan pusat pemerintahan teronggok begitu saja.
Mahathir tidak hanya memaparkan konsep di atas kertas ketika melakukan negosiasi. Sudah ada kajian yang dibuat jauh hari ketika ide itu terlontar. Pada 2 Juni 1993 barulah parlemen setuju memindahkan pusat pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Prang Besar, Selangor, atau yang kini dikenal dengan Putrajaya. Kata Putra diambilkan dari nama PM Pertama Malaysia Tunku Abdul Rahman Putra Al-Haj. Adapun jaya berarti sukses.
Pemilihan nama tersebut menunjukkan kebesaran hati Mahathir. Dulu dia dan (almarhum) Abdul Rahman Putra hampir tak pernah berada di satu pihak yang sama meski sama-sama dari Partai United Malays National Organisation (UMNO).
Pemilihan nama itu terasa mirip dengan yang dilakukan Mahathir saat ini. Dia mau berjuang bersama dengan musuh bebuyutannya, Anwar Ibrahim, demi kepentingan yang lebih besar. Membebaskan Malaysia dari pemerintahan yang korup.
Putrajaya tidak lagi menjadi milik Selangor. Ia menjadi wilayah federal ketiga di Malaysia setelah Kuala Lumpur dan Labuan. Dengan kata lain, Putrajaya dikontrol langsung oleh pemerintah pusat. ’’Ya, ada banyak perjanjian lah yang dibuat sebelum Selangor menyerahkan Prang Besar,’’ terang Fairus. Dia tidak mau mengungkap dengan detail. Yang jelas, Selangor akhirnya merelakan lahan seluas 11.320 hektare miliknya untuk dibeli kerajaan.
Tak banyak yang tinggal di Prang Besar. Hanya kurang lebih 500 keluarga. Karena itu, memindahkan mereka juga cukup mudah. Penduduk asli tersebut diberi dua pilihan. Mendapatkan kompensasi utuh dan pindah ke tempat lain atau bisa kembali tinggal di Putrajaya setelah pembangunan selesai. Mayoritas memilih membeli lahan di tempat lain.
"ada" - Google Berita
January 12, 2020 at 09:27PM
https://ift.tt/2tWrcbt
Tak Ada Jem di Putrajaya - Jawa Pos
"ada" - Google Berita
https://ift.tt/2LMx7oW
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Tak Ada Jem di Putrajaya - Jawa Pos"
Post a Comment