KOMPAS.com - Kebakaran hutan terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Hal ini menyebabkan kabut asap hingga berujung kepada banyak kerugian, seperti kesehatan, sosial, ekologi, ekonomi juga reputasi.
Namun apa penyebab utama yang menjadikan karhutla tahun ini sangat parah?
WWF-Indonesia dalam rilisnya menyatakan bahwa penyebab karhutla yang terjadi di Indonesia saat ini cukup kompleks.
Tidak hanya cuaca; kondisi alam dan lemahnya pengawasan yang ada menjadi beberapa faktor karhutla parah ini kembali terjadi.
Selain itu, ulah manusia, baik korporasi maupun individu, yang seolah tak pernah sadar akan dampak dari membakar hutan dan lahan juga berdampak pada masyarakat luas.
Baca juga: Viral Gambar Peta Indonesia di Twitter, Ini Kata BMKG Soal Karhutla
Alasan yang paling dominan dari perlakuan tersebut yaitu mencari keuntungan komersial melalui praktik pembukaan lahan yang masih menggunakan metode pembakaran karena dianggap lebih mudah dan aman.
Pembakaran Lahan
Directur Policy dan Advocacy WWF-Indonesia, Aditya Bayunanda, menyatakan bahwa faktor utama kebakaran hutan yang terjadi saat ini bukanlan cuaca.
"Musim kemarau saat ini ya normal, atau bukan yang extraordinary (luar baisa). Tapi ya itu, ulah 'cukong' (mafia) yang membiayai masyarakat untuk membakar lahan pada musim kemarau saat inilah yang menjadi faktor utamanya. Penyebabnya pembukaan lahan di saat musim kemarau ini oleh oknum pengusaha," kata Aditya yang akrab disapa Dito ini.
"Saya sih melihatnya banyak yang sifatnya cukong-cukong itu modelnya. Bisa juga ada perusahaan, mereka membiayai masyarakat untuk membuka lahan, dan itu sulit kalau masyarakat (yang melakukan) karena biaya besar. Tapi karena ada yang membiayai atau ngasih upah besar, makanya oknum masyarakat mau membakar lahan saat kemarau begini," imbuhnya.
Baca juga: Riau Dikepung Kabut Asap, Greenpeace Nilai Situasi Mirip Karhutla 2015
Ditambahkan oleh Direktur Utama PT ABT (Perusahaan Restorasi Ekosistem/RE), Dody Rukman, bahwa karhutla terindikasi disebabkan adanya perambahan hutan dan pembukaan lahan ilegal oleh sekelompok oknum yang terorganisir.
Kurangnya Kapasitas Kanal Restorasi Gambut
Tidak hanya itu, Team Leader Program Rimbang Baling Sumatera dan Hutan Lindung Gambut Londerang, Tri Agung Rooswiadji, menyatakan bahwa lahan gambut sering terbakar karena restorasi dengan pembuatan kanal yang belum optimal.
Dari hasil pengamatan di lapangan dengan berbagai pihak terkait, ditemukan bahwa kawasan yang dibuat sekat kanal di lahan gambut saat ini memiliki kapasitas yang berbeda-beda, berkisar empat sampai 15 meter.
Baca juga: Karhutla di Riau dan Kalimantan Berbeda dengan Amazon, Apa Bedanya?
Nah, kanal dengan ukuran empat meter ke bawah pada saat ini banyak yang mengalami kebakaran pada sisi kanan-kiri atau sayap kanalnya karena kapasitas air di kanal ternyata tidak cukup untuk mengantisipasi kebakaran di dalam tanah gambut.
Menurut dia, ukuran kanal yang cukup efektif antara 6-15 meter.
"Juga sebenarnya pada dua bulan sebelum kemarau terjadi sudah bisa dimonitor bagaimana tingkat permukaan air di tanah gambut itu, biar bisa diantisipasi kebakaran hutan ini, semakin lambat maka semakin susah ditangani," tutur Tri.
Para ahli pun berpendapat bahwa kebakaran hutan di Indonesia sebetulnya bisa dicegah, terutama untuk tahun-tahun berikutnya. Namun, dalam upaya pencegahannya diharuskan untuk memotong faktor penyebab utamanya.
"ada" - Google Berita
September 18, 2019 at 04:34PM
https://ift.tt/2I75kP5
Selain Cuaca, Ada 2 Sebab Kebakaran Hutan Tahun Ini Luar Biasa Parah - Kompas.com - Sains Kompas.com
"ada" - Google Berita
https://ift.tt/2LMx7oW
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Selain Cuaca, Ada 2 Sebab Kebakaran Hutan Tahun Ini Luar Biasa Parah - Kompas.com - Sains Kompas.com"
Post a Comment