BETULKAH reinkarnasi tidak ada? Apakah betul kehidupan manusia di muka bumi bersifat linear, lahir lalu mati?
Kalau betul linear, lantas apa artinya hidup manusia yang hanya 60, 70, 80, atau kalau beruntung 90 tahun di tengah rentang umur semesta yang mencapai miliaran tahun menurut para ahli fisika?
Atau, kehidupan manusia itu serupa siklus, seperti halnya air laut yang naik ke langit menjadi awan, turun ke bumi dalam bentuk hujan, mengalir kembali ke laut, dan tekondensasi lagi menjadi awan, hujan, dan seterusnya mengalir kembali ke laut?
Kalau betul begitu, lalu apa artinya kehadiran kembali kita di sini?
Pertanyaan-pertanyaan di atas hanya sedikit dari banyak pertanyaan misteri keberadaan kita dan semesta ini. Kita seperti hadir secara tiba-tiba ke dalam dunia asing yang tidak kita kenal.
Peradaban manusia dari masa ke masa mendekati misteri kehidupan ini dalam sebuah sistem belief yang disebut agama, sebuah pendekatan yang menutup rapat pertanyaan-pertanyaan kritis.
Ruang atas pertanyaan kritis ada di ranah ilmu pengetahuan.
Maka, mungkinkah kita mendekati jawaban atas pertanyaan itu dari sudut pandang ilmu pengetahuan?
Bukankah ilmu pengetahuan memang sejak awal kelahirannya selalu berupaya menyingkap berbagai misteri dunia manusia dan semestanya?
Topik “kelahiran kembali” bukan sebuah topik yang populer di ranah penelitian sains, tapi bukan berarti tidak ada yang mendekatinya.
Salah satu bidang keilmuan yang mendalami masalah ini adalah mereka yang berkarya di bidang psikiatri.
Psikiatri adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari aspek kesehatan jiwa dan pengaruhnya terhadap fungsi-fungsi fisiologis tubuh manusia.
Para praktisi psikiatri biasanya menggunakan metode hipnoterapi sebagai salah satu cara yang digunakan dalam proses penyembuhan.
Dengan hipnoterapi, psikiatri mengelaborasi alam pikiran bawah sadar klien untuk menemukan pengalaman-pengalaman tersembunyi yang mempengaruhi perilaku.
Menurut Bapak Psikoanalisis Sigmund Freud, pikiran manusia terbagi dalam tiga level: pikiran sadar (conscious mind), prasadar (subsconcious mind), dan pikiran tak sadar atau alam bawah sadar (unconscious mind).
Nah, alam bawah sadar ini dianalogikan Freud sebagai bagian bawah dari gunung es. Ia adalah bongkahan yang paling besar. Perilaku manusia paling banyak dipengaruhi oleh alam bawah sadar yang notabene tersembunyi.
Ada sejumlah psikiater, ahli psikiatri, yang tanpa sengaja menemukan ingatan-ingatan tentang kehidupan lain di masa yang berbeda dari sejumlah kliennya ketika mengelaborasi alam bawah sadar ini.
Dr Brian Weiss adalah seorang psikater asal Amerika. Pria kelahiran New York 6 November 1944 ini lulus dari Columbia University New York, salah satu kampus terbaik dunia, pada 1966 dan mendapat gelar Phi Beta Kappa dengan predikat magna cum laude.
Phi Beta Kappa adalah gelar sarjana tertua di Amerika yang sangat dihormati karena penerima gelar diakui mumpuni di bidang keahliannya.
Ia melanjutkan pendidikan ke Yale University School of Medicine dan mendapatkan gelar M.D (medicine doctor) pada 1970. Karier Weis cemerlang secara akademik. Ia mendapat sejumlah posisi akademik di University of Pittsburg dan University of Miami.
Weiss juga dipromosikan sebagai associate professor di bidang psikiatri dan ditunjuk sebagai kepala psikiatri di sebuah rumah sakit besar yang berafiliasi dengan Universitas of Miami.
Ia menulis puluhan jurnal internasional di bidang psikiatri. Kepakarannya di bidang psikiatri biologis dan penyalahgunaan zat diakui secara nasional.
Cerita tentang sepak terjang Weiss di dunia akademik dan sains di atas diceritakannya di bagian depan pengantar bukunya Many Lives, Many Masters (1988) untuk meyakinkan pembaca bahwa dia memiliki latar belakang dan tradisi akademik yang kuat sebagai seorang saintis.
Lebih jauh tentangnya bisa Anda lihat juga di www.brianweiss.com.
“Disiplin studi bertahun-tahun membuat saya terlatih berpikir sebagai seorang ilmuwan sekaligus sebagai dokter dan membentuk cara pikir saya menjadi konservatif. Saya tidak mempercayai apa pun yang tidak dapat dibuktikan dengan metode ilmiah tradisional,” terang Weiss.
Awalnya, ia sama sekali tidak tertarik dengan topik parapsikologi yang didalami sejumlah universitas besar di Amerika. Buat dia, parapsikologi adalah tidak masuk akal.
Parapsikologi adalah cabang ilmu psikologi yang mempelajari seputar indera keenam juga psikokinesis. Yang disebut terakhir adalah soal kemampuan jiwa atau pikiran untuk membuat obyek-obyek tertentu bergerak (telekinetik).
Ia merasa perlu menyatakan ini karena bidang kajian yang menjadi ranah penelitiannya masih dipandang sebelah mata. Banyak yang mencemooh sebagai obyek kajian yang penuh dengan khayalan.
Bertemu Catherine
Apa yang ia percaya tentang ilmu pengetahuan yang telah membentuk cara berpikirnya goyah ketika ia bertemu dengan Catherine pada 1980.
Cahterine adalah seorang perempuan berusia 27 tahun yang datang padanya dengan keluhan psikis berat: fobia, kecemasan hebat, dan depresi.
Buku karya Weiss, Many Lives Many Masters berisi kisah sesi hipnoterapi Chaterine.
Weiss membukukan apa yang diceritakan Chaterine dan bagaimana hipnoterapi yang menyentuh pengalaman di sejumlah kehidupan Chaterine sebelumnya, yang tanpa sengaja ditemukan Weiss, menyembuhkan gangguan emosi yang dialami Chaterine.
Saat mendengar keluhan Catherine, Weiss sangat percaya diri bahwa metodologi penyembuhan yang selama ini dipraktikannya akan dapat memulihkan kondisi Catherine.
Namun, metode konsultasi dan obat-obatan ternyata tidak mempan menghilangkan fobia, kecemasan hebat, dan depresi Catherine. Wajah perempuan muda itu terlihat makin kuyu dari waktu ke waktu.
Weiss kemudian menawarkan metode hipnoterapi pada Chaterine. Tujuannya, mencari pengalaman-pengalaman traumatik di masa kecil yang biasanya menjadi pangkal emosi negatif. Chaterine setuju.
Dalam sesi hipnoterapi, keduanya menemukan sebuah pengalaman traumatik ketika Chaterine berusia 3 tahun.
Di suatu malam, ayah Chaterine masuk ke kamar Chaterine dalam kondisi mabuk dan melakukan pelecehan seksual terhadap Chaterine.
Weiss gembira karena merasa menemukan sebuah pengalaman traumatik di masa lalu yang sangat diyakini sebagai pangkal fobia, kecemasan, dan depresi Chaterine. Ia lalu membimbing Chaterine berdamai dengan masa lalu yang menyakitkan itu.
Weiss yakin, persoalan Chaterine selesai.
Namun, beberapa hari kemudian Chaterine kembali pada Weiss dengan kondisi yang lebih buruk. Serangan paniknya justru bertambah hebat.
Weiss kembali menawarkan hipnoterapi untuk mencari pengalaman traumatik sebelum Chaterine berusia tiga tahun. Jangan-jangan masalah Chaterine terletak di rentang usia yang begitu dini, sebelum berumur 3 tahun.
Dalam sesi hipnoterapi, Weiss menemui jalan buntu. Ia tidak menemukan apapun dalam memori Catherine di bawah usia 3 tahun.
Weiss nyaris frustrasi. Ia tidak pernah menghadapi persoalan ini sebelumnya. Spontan, ia akhirnya berujar, “kembalilah ke masa di mana semua kecemasan dan ketakutanmu berasal.”
Weiss tidak siap dengan jawaban Catherin.
Ia menemukan sesuatu yang tidak terduga. Ia bahkan nyaris tidak percaya dan tidak ingin percaya.
Bersambung....
Baca selanjutnya: Betulkah Reinkarnasi Tidak Ada? (2): Ingatan tentang Kehidupan Sebelumnya dan Mengintip Akhirat
"ada" - Google Berita
September 14, 2019 at 07:56AM
https://ift.tt/2NdndzT
Betulkah Reinkarnasi Tidak Ada? (1): Pengalaman Psikiater Mengelaborasi Alam Bawah Sadar Manusia - Kompas.com - KOMPAS.com
"ada" - Google Berita
https://ift.tt/2LMx7oW
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Betulkah Reinkarnasi Tidak Ada? (1): Pengalaman Psikiater Mengelaborasi Alam Bawah Sadar Manusia - Kompas.com - KOMPAS.com"
Post a Comment