Situs purbakala yang sempat menyedot perhatian warga Kediri khususnya, dan Jawa Timur umumnya, pelan tapi pasti kini mulai berbenah diri, seperti antara lain terlihat pada Kamis (10/10/2019).
Areal Puthok Gong bisa dikatakan cukup fenomenal, disebabkan tidak satu pun warga sekitar yang menyangka kalau gundukan tanah atau "Puthok" yang selama ini dianggap angker, ternyata menyimpan peninggalan kuno berwujud candi.
Candi Puthok Gong terletak di Desa Krecek, Kecamatan Badas, dan ditemukan pada bulan Juni lalu oleh komunitas Damar Panuluh Nusantara dengan cara cukup "ekstrim" yaitu penerawangan.
Disebut Puthok Gong, lantaran pada malam tertentu di sekitar areal tersebut terdengar suara gamelan yang didominasi jenis gong. Padahal, tidak ada satu pun warga desa setempat yang memiliki peralatan gamelan.
Inovasi menjadikan situs purbakala sebagai ikon wisata budaya dilakukan dengan tekad, itikad, dan niat pantang menyerah komunitas Damar Panuluh Nusantara bersama warga setempat. Mereka pun membuat sesuatu yang baru di areal Candi Puthok Gong.
Meskipun, fakta di lapangan, inovasi tersebut sangat minim support, bahkan lebih mengandalkan "bank kantong" alias swadaya pribadi.
Dijelaskan Rianto, salah satu komunitas Damar Panuluh Nusantara, sesuatu yang baru di areal tersebut adalah bangunan non permanen berbentuk "palenggahan" berukuran tinggi 4 meter, lebar 5 meter, dan panjang 5 meter, berbahan dasar bambu. Tepat di depan bangunan tersebut, ada kolam dengan kedalaman 0,7 meter, lebar 4 meter, dan panjang 5 meter.
Bentuk atap bangunan itu mirip "kubah bumi" yang ditopang empat pilar di setiap sudutnya. Kubah bumi sendiri dalam filofosi Jawa kuno diartikan cakrawala, tempat peredaran yang menguasai terang dan gelap atau bisa disebut yin dan yang, untuk keseimbangan semesta.
Di atas atap bangunan, ada penutup berbahan dasar paranet dan welit (daun tebu), serta di bawahnya ada tempat duduk atau "cangkruan" setinggi 0,6 meter, dibangun mendatar.
Di tempat terpisah, Erwin, yang juga salah satu anggota komunitas Damar Panuluh Nusantara, menjelaskan maksud dibuatnya kolam tepat di depan bangunan tersebut. Menurutnya, kolam dalam filofosi Jawa kuno disebut "partirtan", dan partirtan itu digambarkan sebagai sumber kehidupan.
Lanjutnya, sumber kehidupan tidak lepas dari air, karena air itu semua makhluk hidup membutuhkannya, dari manusia, binatang, hingga tumbuhan. Dari air itu juga, ketiga unsur lainnya, tanah, api dan angin, terlengkapi di lokasi tersebut. Kolam itu sendiri dibuat non permanen atau tanpa bahan dasar sejenis keramik.
Dibuat non permanen, disebabkan minimnya support, dan dibangun dengan konsep "bonek" alias bondho nekad.
Salah satu anggota komunitas Damar Panuluh Nusantara, Haryono, mengatakan, sebelumnya gotong royong skala besar dilakukan, yaitu pembersihan terhadap tanaman liar di sekitar Candi Puthok Gong, dan pembersihan ini dilakukan pada bulan Juli lalu.
Tak cukup itu, di bulan Agustus, akses jalan setapak menuju candi tersebut dibuat secara bergotong royong. Selanjutnya, di bulan September, jembatan non permanen berbahan dasar bambu, dibuat untuk memudahkan akses keluar-masuk lokasi yang dipisahkan oleh aliran sungai.
Warga setempat optimis, apabila ke depan lokasi tersebut telah dibenahi di sana-sini, akan menarik perhatian wisatawan lokal, bahkan tidak menutup kemungkinan bisa jadi menarik wisatawan mancanegara. Otomatis, kedatangan wisatawan akan berimbas pada ekonomi warga setempat, baik yang menawarkan dagangan maupun jasa. (Dodik)
"ada" - Google Berita
October 11, 2019 at 03:48AM
https://ift.tt/310x4LX
Ada Sesuatu yang Baru di Puthok Gong, Situs yang Dulu Dianggap Angker - Suara.com
"ada" - Google Berita
https://ift.tt/2LMx7oW
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ada Sesuatu yang Baru di Puthok Gong, Situs yang Dulu Dianggap Angker - Suara.com"
Post a Comment