KOMPAS.com – Selfie. Selfie alias swafoto merupakan kegiatan mengambil foto diri dengan menggunakan kamera ponsel maupun gawai lain yang kini diminati masyarakat di era digital seperti saat ini.
Berkunjung ke sebuah daerah, melakukan berbagai aktivitas, selalu mengabadikan momen salah satunya dengan swafoto.
Hal ini dilakukan salah satunya
Terkadang, swafoto dilakukan di tempat yang membahayakan keselamatan.
Terakhir, satu keluarga di Lampung yang tewas karena tertabrak truk saat mengambil foto selfie di tepi Jalan Lintas Sumatera dengan latar belakang laut.
Bukan sekali dua kali, selfie berujung maut terjadi di Indonesia, mulai dari jatuh ke jurang, terseret arus sungai, hingga tertabrak kereta atau kendaraan lain.
Baca juga: Sebelum Tewas, Satu Keluarga yang Ditabrak Truk Saat Swafoto Sempat Diingatkan Warga
Kesadaran akan keselamatan rendah
Pemerhati media sosial Enda Nasution menilai, berbagai peristiwa saat swafoto menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat akan keselamatan demi mengutamakan konten.
“Kayaknya memang kesadaran akan keselamatan masih rendah ya. Enggak ada konten semenarik apa pun kalau kita sampai mengorbankan jiwa diri sendiri maupun orang lain. Keselamatan nomor satu,” kata Enda saat dihubungi Senin (28/10/2019) siang.
Fenomena melakukan swafoto tanpa mempertimbangkan keselamatan ini harus menjadi perhatian bersama.
Enda berharap ada upaya tertentu yang dilakukan untuk menekan angka kecelakaan selfie seperti yang selama ini kerap terjadi.
“Untuk lokasi-lokasi tertentu di mana orang suka cenderung mengambil risiko ada bagusnya juga dipasang tanda peringatan sebagai pengingat atau dilarang sekalian,” ujar Enda.
Sementara itu, saat dihubungi secara terpisah, sosiolog yang fokus terhadap masyarakat digital Sidiq Hari Madya menyebut selfie sebagai fenomena baru yang sudah dianggap wajar.
“Menurut saya kejadian swafoto yang memakan korban tidak bisa lepas dari adaptasi gradual sebagian besar publik yang menerima selfie sebagai 'the new normal' dalam praktik berfoto ria,” ujar Sidiq, dihubungi Senin (28/10/2019).
Baca juga: Jangan Anggap Remeh, Lakukan Swafoto Aman yang Tak Berujung Kematian...
“Perialku selfie yang telah menjadi normal baru, bisa dibilang sudah diterima secara sosial sehingga tidak lagi tabu,” lanjut dia.
Dengan alasan sudah dianggap sebagai hal normal, terkadang kegiatan selfie menjadi sebuah paradoks tersendiri.
Alasannya, karena masyarakat meniadakan batasan yang seharusnya menjadi perhatian. Misalnya, mengambil foto diri di lokasi bencana, upacara pemakaman, hingga tempat-tempat membahayakan.
“Penerimaan atas selfie bisa menumbulkan paradoks karena imaji yang dibangun dengan fokus wajah diri (biasanya dengan sedikit senyum) dan background spesifik yang sering memberikan 'cerita foto', sering kali berupa imaji tentang 'kebahagiaan bahwa sedang berada di suatu tempat'. Padahal konteksnya suasana duka cita atau risiko keselamatan,” kata dosen Departemen Sosiologi UGM ini.
Menanggapi banyaknya selfie berujung maut yang terjadi di Indonesia, Sidiq mengingatkan pentingnya mengutamakan keselamatan di atas segalanya.
“Maka, dalam kasus yang terjadi di Lampung, kita bisa ambil pelajaran bahwa perilaku kita berswafoto harus diorientasikan pada keselamatan, di atas 'imaji' apa pun yang diharapkan dari atensi di media sosial,” ujar Sidiq.
"ada" - Google Berita
October 28, 2019 at 03:03PM
https://ift.tt/36bTwpe
Memotret Fenomena "Selfie", Tak Ada Konten yang Menarik jika Mempertaruhkan Nyawa... Halaman all - KOMPAS.com
"ada" - Google Berita
https://ift.tt/2LMx7oW
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Memotret Fenomena "Selfie", Tak Ada Konten yang Menarik jika Mempertaruhkan Nyawa... Halaman all - KOMPAS.com"
Post a Comment