Jika kita menjelajahi satelit-satelit Jupiter dan Saturnus untuk melihat ke lapisan di bawah permukaannya yang membeku, akankah kita menemukan bentuk kehidupan baru di sana?
Penemuan baru-baru ini membuat para ahli astrobiologi meyakini bahwa satelit-satelit planet merupakan tempat paling menjanjikan bagi alien untuk bisa hidup di tata surya kita. Dan sekarang beberapa misi ruang angkasa sedang direncanakan untuk satu dekade ke depan untuk mencari tanda-tanda kehidupan di sana.
Tidak seperti planet-planet tetangga kita, beberapa satelit mereka memiliki banyak air dalam bentuk cair. Satelit Jupiter, Europa, misalnya, diperkirakan memiliki lebih banyak air daripada jumlah keseluruhan air dari semua samudra yang ada di bumi.
Perairan ini - dan semua kehidupan di dalamnya - terlindung dari radiasi luar angkasa dan hujan asteroid karena tertutupo lapisan permukaan es setebal beberapa kilometer.
Penemuan gumpalan air yang menyembur dari dalam satelit Saturnus, Enceladus, dan juga Europa, mengindikasikan bahwa kedua satelit ini mungkin memiliki lapisan interior yang dapat menampung lautan air.
Air ini bukan dihangatkan oleh matahari, melainkan oleh dinamo internal yang dimotori pembusukan radioaktif pada lapisan inti satelit, atau melalui pemanasan gelombang yang dihasilkan oleh daya tarik gravitasi planet yang mereka orbiti.
Sekarang terdapat bukti yang menunjukkan adanya lautan air di beberapa satelit, termasuk Europa, Enceladus, Callisto dan Ganymede. Salah satu hasil penelitian yang dipublikasikan pada Juni lalu memperkirakan bahwa lautan Enceladus berusia sekitar satu miliar tahun.
Penelitian lain bahkan mengungkapkan usianya mungkin sudah beberapa miliar tahun - waktu yang lebih dari cukup bagi kehidupan untuk berevolusi.
Lautan itu diperkirakan asin dan mengandung natrium klorida layaknya lautan di Bumi, yang merupakan faktor pendukung lain bagi terciptanya kehidupan yang mirip dengan di Bumi.
Selain itu, terdapat kemungkinan adanya pertemuan antara air dan lapisan berbatu di bawah lautan - bahan-bahan utama pencipta reaksi kimiawi yang menarik, yang menurut para ilmuwan mengarah pada asal usul kehidupan di Bumi.
Pesawat ruang angkasa dari misi Cassini milik NASA, misalnya, mendeteksi molekul-molekul dalam gumpalan air Enceladus yang mengisyaratkan adanya lubang hidrotermal di dasar laut satelit.
Lubang serupa juga terdapat di lautan dalam Bumi, tempat magma bertemu dengan air garam dan menghasilkan panas, bahan kimia, dan substrat atau senyawa kimia yang membantu proses kimiawi kompleks.
Menurut beberapa ilmuwan, proses ini diperlukan agar bentuk kehidupan dapat berevolusi untuk pertama kalinya di planet kita. Jauh di bawah permukaan laut planet Bumi, tidak ada sinar matahari yang bisa tembus, seperti halnya di lautan satelit milik Jupiter dan Saturnus.
Namun bukan berarti tidak ada kehidupan. Justru, di Bumi, lubang hidrotermal semacam itu sarat dengan kehidupan.
Sekitar 20 tahun yang lalu, film dokumenter BBC berjudul Natural History of an Alien mengungkapkan bahwa seluruh ekosistem di Europa mungkin berada di sekitar lubang termal di laut dalamnya.
Sekelompok ilmuwan menyatakan bahwa bakteri akan membentuk dasar rantai makanan, menggunakan kemosintesis untuk mengekstrak energi dari lubang yang ada, dan membangun tabung-tabung berkilometer di atas dasar laut.
Makhluk lain, seperti ikan pemakan ganggang akan menembus tabung itu agar dapat menyedot bakteri dalam jumlah besar untuk dimakan.
Mereka akan bersifat teritorial, mempertahankan kawasan tempat mereka makan dari musuh-musuhnya. Dan, pada gilirannya, mereka akan dimangsa oleh binatang sejenis hiu yang sangat gesit dan menggunakan biosonar untuk mendeteksi mangsanya.
Ini jauh lebih canggih daripada yang diharapkan sebagian besar ilmuwan di sana.
Bahkan di Bumi, satu-satunya bentuk kehidupan dari sekitar 90% asal usul planet ini berbentuk mikroba, ungkap Andrew Knoll, seorang profesor ilmu bumi dan planet di Harvard University.
Jadi, jika memang ada makhluk hidup di luar angkasa, kemungkinannya adalah mikroba, kata Knoll, dan di tempat-tempat seperti Europa atau Enceladus, mereka harus bergantung sepenuhnya pada kemosintesis untuk memperoleh energi, jadi mungkin hanya dapat mendukung biomassa kecil.
Tetapi ekosistem semacam itu mungkin saja ada, ujar Dimitar Sasselov, seorang profesor astronomi dan direktur di Harvard Origins of Life Initiative, sebuah pusat penelitian multidisiplin yang bertujuan mencari tahu tentang kehidupan di alam semesta.
Hanya karena lautan Europa dingin dan kekurangan energi, bukan berarti mengesampingkan ekosistem kompleks dengan ukuran lebih kecil yang berevolusi di sana.
"Berspekulasi itu menyenangkan," kata Sasselov. "Saya merasa bahwa ada banyak ruang inovasi yang berevolusi di sana, di mana ada makhluk yang kecil namun ganas dan merupakan organisme multisel, bukan sel tunggal."
Satelit lain yang rencananya akan kami kunjungi menyajikan teka-teki yang sangat berbeda.
Satelit Saturnus, Titan, adalah satu-satunya dunia di luar Bumi yang diketahui memiliki lautan air yang stabil pada permukaannya. Ketika mendarat di sana pada tahun 2005, pesawat ruang angkasa Huygens dari misi Cassini mengirim kembali gambar-gambar lanskap yang mirip Bumi, yaitu dasar sungai dan laut.
Awan, hujan, dan lautan Titan bukan terbuat dari air, melainkan metana dan etana cair, yang merupakan komponen gas alam di Bumi. Air yang ada di sana memadat menjadi batuan dan gunung karena suhu permukaannya sekitar -180C (-292F).
Ini berarti bahwa, meskipun bentang alamnya terlihat familiar, kondisi sebenarnya sangatlah berbeda. Jika pun ada kehidupan, maka kehidupan itu akan bergantung pada metana, bukan air, dan menjadi eksotis - kehidupan yang kita tidak ketahui. Benar-benar 'alien' alias asing.
Sangat mungkin dan masuk akal apabila ada kehidupan di Titan, namun "proses biokimianya terjadi secara independen dan berbeda total", kata Sasselov, yang memiliki visi jangka panjang untuk mencari tahu apakah ada biokimia alternatif dan bagaimana cara membuatnya di lab.
Kehidupan di Bumi bergantung pada membran sel yang terbuat dari fosfolipid: rantai molekul dengan kepala fosfor-oksigen dan ekor rantai karbon yang saling mengikat untuk membentuk membran yang fleksibel di dalam air.
Makhluk yang bergantung pada metana akan membutuhkan cara lain untuk membentuk selnya.
Pada tahun 2015, tim Universitas Cornell yang dipimpin oleh ahli kimia Paulette Clancy menunjukkan bahwa molekul kecil yang terbuat dari nitrogen, karbon, dan hidrogen dapat membangun sel yang dapat bertahan hidup dengan kondisi Titan.
Sejak itu, para peneliti NASA telah mengkonfirmasi keberadaan vinil sianida di atmosfer Titan. Vinil sianida adalah sebuah senyawa organik yang dapat menciptakan membran sel tersebut. Setidaknya secara teori, sel-sel yang dapat membentuk kehidupan asing di lautan metana Titan yang luas benar-benar secara fisik ada di sana.
"Dalam beberapa hal, apa yang kita lihat di Bumi adalah suatu kebetulan," kata Theresa Fisher, ahli astrobiologi di Arizona State University, AS. Ada "banyak kemungkinan variasi" yang bisa kita lihat pada kehidupan di 'dunia' lain, katanya.
"Bisa jadi muncul beragam organisme baru dan berbeda-beda yang menempati berbagai ceruk baru," tambah Sarah Blaffer Hrdy, pensiunan profesor antropologi di Universitas California, Davis.
"Dengan asumsi bahwa mahluk-mahluk ini berevolusi menjadi lebih bersifat sosial, cerdas dan komunikatif, seperti, katakanlah, paus atau gajah, dan semanipulatif, tangkas dan pintar seperti simpanse atau orangutan, saya tidak melihat alasan mengapa mereka pada akhirnya tidak dapat mengembangkan kapasitas teknologi dan budaya yang lebih canggih."
Lauren Sallan, ahli paleontologi dari Universitas Pennsylvania, meyakini bahwa kehidupan alien berbentuk mikroba - hanya karena begitu banyak cara untuk menjadi mikroba.
Dalam hal bila alien ternyata bersel banyak, katanya, berbagai hal menjadi lebih rumit. "Kita akan menyadari bahwa mereka melakukan aktivitas yang sama karena segalanya berfokus pada pengambilan energi atau mengonsumsi sesuatu untuk mendapatkan energi," ungkapnya. "Akan tetapi cara mereka melakukannya akan sangat tidak terduga."
"Kami benar-benar tidak tahu apa saja batasan kehidupan," ujar David Charbonneau, profesor astronomi di Universitas Harvard, yang menambahkan bahwa itulah mengapa kita perlu mengirimkan lebih banyak pesawat ruang angkasa untuk memeriksa satelit-satelit tersebut.
Maka itu, rencana untuk melakukannya menjadi kabar yang baik.
NASA mengumumkan pada musim panas ini bahwa misi Dragonfly akan diluncurkan pada tahun 2026 dan diperkirakan akan tiba di satelit Titan pada tahun 2034. Pesawat ruang angkasa itu akan mendaratkan sejenis robot berbentuk drone untuk mengeksplorasi puluhan lokasi yang menjanjikan dan mencari tanda-tanda kehidupan.
NASA juga tengah menjajaki kemungkinan untuk mengirim kapal selam otonom untuk meneliti lautan utara terbesar satelit Titan, Kraken Mare, yang membentang selebar 1.000 kilometer, dengan kedalaman diperkirakan 300 meter, seukuran dengan Great Lakes di Amerika Utara.
Ini akan menjadi pertama kalinya dilakukan eksplorasi laut di luar Bumi, dan hal ini juga dapat memberi gambaran seperti apa sebaiknya desain kapal selam masa depan untuk dapat mengeksplorasi perairan bawah permukaan Europa dan satelit lainnya.
Misi itu masih dalam tahap konsep, sekitar 20 tahun lagi, di mana para ilmuwan dan insinyur akan mulai mencari tahu bagaimana cara membuat kapal selam tersebut.
Menariknya, Titan juga diperkirakan memiliki lautan air jauh di bawah lapisan luar esnya, yang bisa berarti bahwa selain kehidupan eksotisnya di permukaan yang bergantung pada zat metana cair, mungkin juga terdapat kehidupan yang lebih mirip kehidupan di Bumi di bawah permukaannya.
Kemungkinan lain untuk berlapis-lapis jenis kehidupan berbeda dalam satu dunia yang sama terdapat di satelit Jupiter bernama Ganymede.
Sejumlah ilmuwan meyakini bahwa satelit tersebut memiliki beberapa lapisan samudera yang berbeda, yang dipisahkan oleh beragam jenis es yang terbentuk pada kedalaman dan tekanan yang berbeda.
Jika memang seperti itu, setiap lapisan, secara teoritis, bisa menampung berbagai bentuk kehidupan yang menyesuaikan diri dengan kondisi setempat di kedalaman terkait.
Ganymede direncanakan untuk dikunjungi dalam misi Juice tahun 2022 oleh Badan Antariksa Eropa, yang juga akan mengunjungi dua satelit Jupiter lainnya - Callisto dan Europa - untuk meneliti kelayakhunian tempat itu dan mencari tanda-tanda kehidupan.
Sementara itu, pesawat ruang angkasa Clipper milik Nasa yang bermisi di Europa rencananya akan mengorbit Jupiter dan terbang melintasi Europa beberapa kali untuk menyelidiki apakah satelit itu dapat menampung kondisi yang cocok untuk kehidupan, dengan rencanalepas landas pada tahun 2023.
NASA juga mendiskusikan rencana untuk mengirim sebuah lander - pesawat ruang angkasa yang akan dilandaskan dan berdiam di satu lokasi - ke Europa, paling cepat pada tahun 2025.
Dan, ada rencana swasta yang didukung NASA untuk melakukan misi ke Enceladus untuk mencari bentuk kehidupan di sana, yang bisa dimulai pada tahun 2025, jika misi itu diberi lampu hijau di tahun ini.
Namun, untuk benar-benar mencari tahu kehidupan apa yang mungkin ada di berbagai samudera alien ini, kita perlu mengirim kapal selam, yang akan sulit karena kendaraan itu harus mengebor es dulu sedalam beberapa kilometer untuk pada akhirnya mencapai lautan. NASA membiayai sejumlah studi konseptual tentang bagaimana cara melakukannya.
Satu konsep yang menggambarkan "tunnelbot" alias robot terowongan bertenaga-nuklir untuk pencarian kehidupan di satelit Europa sempat dipresentasikan dalam pertemuan Persatuan Geofisika Amerika tahun 2018 di Washington DC, oleh para peneliti dari Universitas Illinois di Chicago dan NASA. Robot mereka dapat mengambil sampel es dan air sembari menggali ke bawah, dan mengirimkan informasi kembali ke permukaan menggunakan kabel serat optik.
Akan tetapi, jika bentuk kehidupan di sana nyatanya benar-benar bersifat asing, kita mungkin akan kesulitan untuk mendeteksinya. Mungkin juga memang tidak ada bentuk kehidupan apa-apa di sana.
Namun, di masa depan - yang masih sangat jauh, sekitar lima miliar tahun dari sekarang, ketika matahari kita kehabisan hidrogen sebagai bahan bakarnya dan mulai berkembang menuju fase raksasa merah sebelum akhirnya mati, ia akan melelehkan semua satelit itu dan mengubahnya menjadi tempat yang lebih mirip dengan Bumi.
Seharusnya ada lautan air dalam bentuk cair di permukannya dan iklim yang lebih sedang, mungkin membuka peluang berevolusinya kehidupan di sana - atau setidaknya mampu menampung para pengungsi dari planet Bumi yang sudah lebih dulu hangus.
Di masa depan yang jauh juga, apabila kita bertahan hidup, kita semua pada akhirnya harus menjadi pengungsi dan berharap bahwa dunia-dunia baru yang layak huni ini bisa 'menyambut' kita dengan hangat seiring dunia kita - Bumi - menjadi terlalu panas untuk ditinggali.
Anda dapat membaca artikel ini dalam bahasa Inggris pada What life might be like in alien oceans di laman BBC Future.
"ada" - Google Berita
October 02, 2019 at 04:36PM
https://ift.tt/2osnXpD
Seperti apa bentuk kehidupan yang mungkin ada di samudera-samudera planet lain? - BBC Indonesia
"ada" - Google Berita
https://ift.tt/2LMx7oW
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Seperti apa bentuk kehidupan yang mungkin ada di samudera-samudera planet lain? - BBC Indonesia"
Post a Comment