Permintaan negeri Paman Sam itu sebagai salah satu kompensasi atas ketentuan perpanjangan fasilitas preferensi tarif bea masuk impor (generalized system of preference/GSP) dari Amerika Serikat.
"Itu [GPN] salah satu yang tadinya mereka [AS] minta [dilonggarkan]," kata Darmin di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (14/10/2019).
Meski begitu, Darmin menegaskan bahwa Indonesia tidak begitu saja menerima mentah-mentah permintaan AS, minimal sebelum mendapatkan kepastian perpanjangan fasilitas GSP bagi Indonesia.
"Pokoknya sebelum dia nyatakan resmi sudah dikasih, kita belum bisa mengklaim [GPN] sudah [dilonggarkan]," kata Darmin.
"Tapi paling tidak, tidak ada arah mengatakan, 'eh kalau tidak, kita mau hentikan lho'. Itu tidak ada," tegas mantan Gubernur Bank Indonesia itu.
Foto: CNBC
|
Darmin pun tidak merinci lebih jauh perihal hal ini. Namun yang pasti, proses negosiasi antara Indonesia dan Amerika Serikat tengah berjalan dan tinggal menunggu waktu untuk disepakati antara kedua belah pihak.
"Dia [AS] tidak langsung bilang kasih, tapi ini prosesnya berjalan. Tapi tetap kita tidak hentikan," jelas Darmin.
Indonesia memang disebut akan menghapus kewajiban menggandeng perusahaan switching lokal di bisnis sistem pembayaran domestik pada dua perusahaan AS, Mastercard dan Visa.
"Perubahan ini akan mengizinkan perusahaan asal AS itu untuk memproses transaksi kartu kredit tanpa rekanan lokal," kata sumber Reuters.
"Ini merupakan kemenangan lobi pemerintah AS di tengah tekanan sejumlah negara Asia yang mengeluarkan aturan khusus guna menggenjot alat pembayaran lokal,"
Reuters mendapatkan salinan email antara pejabat AS dengan eksekutif di kedua perusahaan kartu. Detail email sebanyak 200 halaman itu berada di bawah aturan Kebebasan Informasi AS.
Foto: Arie Pratama
|
Komunikasi via surat elektronik terjadi di April 2018 dan Agustus 2019. Dalam email itu, Mastercard juga melobi perwakilan Dagang AS (USTR) untuk melakukan hal serupa di India, Vietnam, Laos, Ukraina, dan Gana.
Bank Indonesia (BI) pada 2017 meluncurkan GPN). Dalam aturan ini disebutkan pemprosesan transaksi dalam negeri harus melalui perusahaan switching yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh investor dalam negeri.
Saat ini perusahaan switching yang sahamnya dimiliki investor dalam negeri adalah Rintis Sejahtera (ATM Prima), Artajasa (ATM Bersama), Jalin Nusantara (Link) dan Alto Network (ATM Alto).
Dengan aturan ini Visa dan Mastercard tidak bisa lagi langsung memproses transaksi pembayaran dan harus menggandeng partner lokal. Sebelumnya, mereka bisa langsunf memproses transaksi nasabah Indonesia di Singapura.
Menurut Reuters, Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas sistem pembayaran mengatakan perundingan sudah berakhir dan kartu kredit tidak akan diatur dalam sistem GSP. Meski demikian BI tidak mengomentari bahwa ada tekanan dari AS.
Deputi Menko Perekonomian Rizal Affandi Lukman yang terlibat dalam negosiasi mengatakan keputusan itu diambil secara independen. Dalam wawancaranya dengan Reuters, ia menekankan BI tidak bisa di setir oleh AS.
Foto: Ekspor Perdana Kuala Tanjung. (CNBC Indonesia/Anastasia Arvirianty)
|
Terpisah, Deputi Gubernur BI Sugeng pun telah menegaskan bahwa tidak ada pelonggaran aturan GPN untuk Mastercard dan Visa dalam beroperasi di Indonesia. Kedua raksasa pembayaran ini harus tunduk pada aturan BI.
Sugeng mengatakan transaksi pembayaran dengan menggunakan Visa dan Mastercard harus diproses di dalam negeri. Untuk menjalankan hal ini kedua perusahaan ini harus bekerja sama dengan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) domestik.
"Sekarang kan sudah kerja sama asing khususnya Mastercard dengan Artajasa (ATM Bersama). Sudah terealisir, mereka kerja sama," ujar Sugeng
(roy/roy)
"ada" - Google Berita
October 14, 2019 at 07:49PM
https://ift.tt/2pjMDB4
Menko Darmin Benarkan Ada 'Lobi' AS Soal Pelonggaran GPN - CNBC Indonesia
"ada" - Google Berita
https://ift.tt/2LMx7oW
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menko Darmin Benarkan Ada 'Lobi' AS Soal Pelonggaran GPN - CNBC Indonesia"
Post a Comment