Jakarta, CNBC Indonesia - Perang dagang AS-China sudah berlangsung lebih dari 1,5 tahun. Dalam periode itu, dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia tersebut telah mengenakan bea masuk bagi produk impor masing-masing negara senilai ratusan miliar dolar.
Hingga kini, saga perang dagang AS-China belum juga usai. Malahan, kini balas membalas bea masuk sudah tereskalasi menjadi sesuatu yang tak terbayangkan sebelumnya, yakni AS memblokir perusahaan-perusahaan asal China guna menekan Beijing kala melakukan dialog seputar kesepakatan dagang kedua negara.
Pada Mei 2019, Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional di sektor teknologi melalui sebuah perintah eksekutif.
Dengan aturan itu, Menteri Perdagangan Wilbur Ross menjadi memiliki wewenang untuk memblokir transaksi dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional AS.
Foto: REUTERS/Jonathan Ernst
|
Bersamaan kebijakan ini, Huawei Technologies dan 68 entitas yang terafiliasi dengan Huawei Technologies dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang dilarang membeli perangkat dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.
Dalam keterangan resmi yang diperoleh CNBC Indonesia dari halaman Federal Register, pemerintah AS beralasan bahwa terdapat dasar yang cukup untuk mengambil kesimpulan bahwa Huawei telah terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan keamanan nasional atau arah kebijakan luar negeri dari AS.
Foto: CNBC Indonesia TV
|
Kemudian pada Agustus 2019, pemerintah AS memutuskan untuk menambah daftar perusahaan yang masuk ke dalam daftar hitam, yakni sebanyak 46 perusahaan yang terafiliasi dengan Huawei Technologies.
Alasannya, mereka dianggap berisiko untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan keamanan nasional atau arah kebijakan luar negeri dari AS.
PT Huawei Tech Investment yang berlokasi di Indonesia menjadi salah satu dari 46 perusahaan yang ditambahkan oleh AS ke daftar hitam.
Dimasukannya Huawei ke daftar hitam jelas menjadi masalah, lantaran Huawei merupakan pemain besar dalam dunia telekomunikasi, salah satunya dengan menjadi produsen ponsel pintar (smartphone).
Dengan sanksi yang diberikan AS, smartphone buatan Huawei tak lagi bisa menikmati akses layanan dari Google (yang merupakan perusahaan asal AS) secara penuh.
Memang, dalam perjalanannya AS memberikan kelonggaran bagi Huawei. Pemerintah AS memberikan kelonggaran bagi Huawei untuk membeli beberapa komponen asal AS, sebuah langkah yang dimaksudkan untuk meminimalisir dampak yang dirasakan konsumen AS.
Melalui kelonggaran ini, Huawei dimungkinkan untuk tetap menyuplai pembaruan ke perangkat-perangkat yang sebelumnya sudah diproduksi sebelum Huawei dimasukkan ke dalam daftar hitam. Kelonggaran ini diberikan oleh AS hingga tanggal 19 Agustus 2019, sebelum kemudian diperpanjang selama 90 hari.
Namun tetap saja, perangkat Huawei yang diproduksi setelahnya tak bisa mendapatkan akses penuh terhadap perangkat keras dan lunak yang diproduksi perusahaan asal AS.
Foto: Huawei Mate 30 (REUTERS/Michael Dalder)
|
Itulah sebabnya Huwei Mate 30 Pro yang merupakan smartphone flagship teranyar dari Huawei diluncurkan tanpa aplikasi-aplikasi bawaan yang biasanya akan didapati pada smartphone lain yang menjalankan sistem operasi Android.
Pejabat pemerintah AS sudah turun tangan untuk meredam suasana dengan mengatakan bahwa langkah keras yang diambil AS terhadap Huawei murni didasari oleh dasar keamanan nasional dan tidaklah berkaitan dengan perang dagang yang tengah berkecamuk antar kedua negara.
Namun nyatanya, Trump sendiri yang menepis hal tersebut. Jelas bahwa langkah keras yang diambil AS terhadap Huawei mengandung unsur perang dagang.
"AS tidak akan berbisnis dengan Huawei. Namun, itu bisa berubah jika ada kesepakatan dagang AS-China," kata Trump pada pertengahan bulan Agustus.
Bukan hanya keamanan nasional, Hak Asasi Manusia (HAM) juga dijadikan alasan oleh pihak AS untuk memblokir perusahaan asal China dalam upayanya untuk memenangkan perang dagang.
Foto: Presiden Donald Trump menarik perhatian karena mengundang sejumlah kelompok korban persekusi di berbagai negara, termasuk Muslim Uighur, ke Gedung Putih. (REUTERS/Leah Millis
)
|
Per tanggal 9 Oktober 2019, AS resmi memasukkan 28 entitas asal China ke dalam daftar hitam, di mana sebanyak delapan di antaranya merupakan perusahaan teknologi raksasa asal China.
Dimasukkan delapan perusahaan teknologi raksasa asal China tersebut membuat merekatak bisa melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS tanpa adanya lisensi khusus. AS beralasan bahwa kedelapan perusahaan tersebut terlibat dalam pelanggaran HAM terhadap kaum Muslim di Xinjiang, China.
Keputusan ini menandai kali pertama AS menggunakan alasan HAM guna menekan korporasi asal China. Sebelumnya, seperti yang sudah disebutkan di atas, AS menggunakan alasan keamanan nasional.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Kesepakatan Dagang Jadi Semakin Sulit Diteken
(ank/tas)"ada" - Google Berita
October 10, 2019 at 12:17PM
https://ift.tt/2nygEN7
Ada-ada Saja, Ini Sederet 'Alasan' AS Blokir Perusahaan China - CNBC Indonesia
"ada" - Google Berita
https://ift.tt/2LMx7oW
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ada-ada Saja, Ini Sederet 'Alasan' AS Blokir Perusahaan China - CNBC Indonesia"
Post a Comment